Inspirasi Pintar,- Sejarah perkembangan fisik kota Cirebon dimulai sejak Cirebon dikenal sebagai tempat tinggal yang masih primitif lebih kurang tahun 1270, dengan nama Lemah Wungkuk, Sejalan dengan perkembangan agama Islam , datang orang Arab dan membentuk Settlemen didaerah Panjunan,
Semakin berkembangnya agama Islam di kota Cirebon, kemudian semakin banyaklah penduduk dari daerah lainnya yang berdatangan ke kota Cirebon untuk berguru, kemudian hal ini menarik para pedagang dari dari Cina yang settlemennya dikenal dengan Pecinan ( terusan jl. Lemahwungkuk)
Kemudian pada pembukaan jalan raya pos Anyer - Banyuwangi pada tahun 1811 dan jalan raya Karawang - Cirebon tahun 1812 menyebabkan semakin terbukanya hubungan kota Cirebon dengan kota-kota/daerah-daerah lainnya.
Pada tahun 1877 mulai bermunculan pabrik-pabrik di kota Cirebon seperti didirikannya pabrik es dan air leiding yang dibangun dan diadakan pada tahun 1890. Dengan semakin ramainya perdagangan dan produksi hinterland yang masuk (adanya perkebunan-perkebunan di priangan timur, perkebunan gula di daerah majalengka dan Sindang Laut).
Kemudian pada pembukaan jalan raya pos Anyer - Banyuwangi pada tahun 1811 dan jalan raya Karawang - Cirebon tahun 1812 menyebabkan semakin terbukanya hubungan kota Cirebon dengan kota-kota/daerah-daerah lainnya.
Pada tahun 1877 mulai bermunculan pabrik-pabrik di kota Cirebon seperti didirikannya pabrik es dan air leiding yang dibangun dan diadakan pada tahun 1890. Dengan semakin ramainya perdagangan dan produksi hinterland yang masuk (adanya perkebunan-perkebunan di priangan timur, perkebunan gula di daerah majalengka dan Sindang Laut).
Perkembangan kota Cirebon juga ditunjang dengan Adanya pelabuhan pada tahun 1667 yang merupakan fasilitas utama pada angkutan air, yang memerlukan adanya prasarana angkutan darat. Dalam rangka itu pada tahun 1890 dibuka jalan kereta api Jakarta - Cirebon - Semarang, tahun 1910 Cirebon - Kroya.
dan semakin banyaknya penduduk Eropa, karena adanya kepentingan-kepentingan mereka dalam perdagangan ekspor-impor, merupakan alasan bagi pemerintah Belanda untuk menjadikan kota ini sebagai “Gemeente Cheribon” (stbl. 1906, No. 122, yang kemudian di tunjuk menjadi “Stads Gemeente Cheribon” (stbl. 1926, No. 370).
KEADAAN PADA MASA KESULTANAN
Kehadiran kerajaan di wilayah Cirebon lebih dikenal setelah berdirinya Kesultanan Cirebon yang menganut agama Islam, yang kemudian berkembang menjadi pusat siar agama Islam untuk wilayah Jawa Barat
Pembangunan keraton sebagai pusat pemerintahan, selalu berorientasi pada sumbu utara-selatan. Hal ini menjadi pedoman/patokan bagi setiap arah membangun bagi masyaraktnya sekitarnya. Dan Alun-alun yang merupakan bagian dari keraton merupakan public space
Sejalan dengan perkembangan keadaan, keberadaan Keraton bertambah menjadi tiga yaitu Keraton Kasepuhan ( keratyon yang pertama), Keraton Kanoman dan Keraton Kacerbonan.
Perkembangan Agama Islam tidak hanya berpengaruh terhadap meningkatnya peziarah yang membentuk Cirebon sebagai wilayah budaya tetapi juga dengan makin banyaknya pedagang Cina yang dating maka kota berkembang pula menjadi kota perdagangan.
Adanya Keraton –keraton baru, membentuk pola tata lingkungan dimana wilayah perumahan Cina/perdagangan berkembang dari sekitar keraton mengarah keutara dan menggeser perumahan penduduk kearah barat.
Bangunan perdagangan / Rumah-rumah Cina mengikuti budaya asal mereka , meskipun dibangun vertikal, tetapi tetap mempertahankan bentuk atapnya, dan Arsitektur Cina tidak mengenal penggunaan kaca. yang kemudian pada bangunan yang berada pada belokan jalan , mereka tidak mengenal bangunan susut tetapi banguan ujung.
Sejalan dengan perkembangan keadaan, keberadaan Keraton bertambah menjadi tiga yaitu Keraton Kasepuhan ( keratyon yang pertama), Keraton Kanoman dan Keraton Kacerbonan.
Perkembangan Agama Islam tidak hanya berpengaruh terhadap meningkatnya peziarah yang membentuk Cirebon sebagai wilayah budaya tetapi juga dengan makin banyaknya pedagang Cina yang dating maka kota berkembang pula menjadi kota perdagangan.
Adanya Keraton –keraton baru, membentuk pola tata lingkungan dimana wilayah perumahan Cina/perdagangan berkembang dari sekitar keraton mengarah keutara dan menggeser perumahan penduduk kearah barat.
Bangunan perdagangan / Rumah-rumah Cina mengikuti budaya asal mereka , meskipun dibangun vertikal, tetapi tetap mempertahankan bentuk atapnya, dan Arsitektur Cina tidak mengenal penggunaan kaca. yang kemudian pada bangunan yang berada pada belokan jalan , mereka tidak mengenal bangunan susut tetapi banguan ujung.
PENGARUH KEHADIRAN PENJAJAH BELANDA
Setelah kehadiran Belanda sebagai penjajah maka orientasi perkembangan kota dan bangunanpun berubah, dan untuk mengamankan daerah jajahannya dan pengembangan ekonomi kolonialnya, maka dibangunlah prasarana dan sarana-sarana penunjang penjajahannya.
Pembangunan jalan Daendels (Merak - Banyuwangi) yang juga melewati Cirebon menciptakan orientasi perkembangan baru. . Pada sisi jalan Daendels itu di bangun pusat pemerintahan diantaranya gedung Kabupaten,
Di sebelah pusat pemerintahan berkembang permukiman orang-orang Belanda, Eropa. Jalan Kartini-Siliwangi merupakan permukiman orang-orang Belanda. Pada jalur jalan Siliwangi inilah kemudian berdiri gedung Karesidenan dan Balai Kota Cirebon, dengan dominasi arsitektur kolonial
Pada periode ini bangunan-bangunan mengikuti gaya arsitektur colonial Yakni gaya arsitektur, Art Decco. Peraturan bangunan masih menggunakan aturan-aturan yang berlaku dari negeri Belanda.
Aktivitas perdagangan mereka berkembang ke arah export-import, sehingga terjadi perubahan fungsi di sekitar pusat kota dari perdagangan lokal, regional (produk masa pembangunan wilayah Pecinan) menjadi perdagangan antar pulau dan export-import yang membutuhkan ruang penampungan dan ruang gerak yang lebih besar.
Untuk mendukung aktivitas Eksport-Imprt itu dibangun jalan Kereta Api yang langsung menuju ke pelabuhan. Pembangunan stasion penumpang Kereta Api di tempatkan di Kejaksan dekat dengan pusat kegiatan pemerintahan.
TERBENTUKNYA STAND GEMEENTE
Dengan telah dikeluarkannya Lokalen Raden Ordonantie No. 191 tahun 1905 yang merupakan dasar dari pengaturan pembangunan kota dan pembentukan kotapraja serta memberikan kewenangan untuk menetapkan ketentuan-ketentuan tentang mendirikan bangunan, maka dibentuklah Gemeente Cheribon pada 1 April 1906.
Terbentuknya Gemeente Cheribon atau kotapraja Cirebon bersamaan dengan semakin berkembangnya fungsi kota Cirebon serta dampak pada pembangunan fisik kotanya. Kotapraja berusaha membenahi dan melengkapi prasarana dan sarana kotanya dan Gedung Balai Kota terbangun tahun 1925,
Jaringan riool dan air leiding pada tahun 1922 sedangkan peraturan bangunan kotanya atau Bouw en Woning Verordening Van Cheribon yang merupakan dasar dari pembangunan kota itu baru ada pada tahun 1933.yang intinya lebih menitik beratkan kepada usaha perlindungan kepada permukiman masyarakat Belanda.Sesuai dengan pengaturan kota dibangun fasilitas-fasilitas yaitu :
1. Pusat kantor-kantor pemerintah : kantor keresidenan, kantor pos, kantor pengadilan, kantor pajak, kantor telepon kadaster dan balai kota sebelum dibangun yang baru.
2. Pusat perdagangan : kantor-kantor perdagangan, gedung-gedung bank, pergudangan, pabrik.
3. Pusat rekreasi dan budaya : gedung-gedung bisokop, sociteit, gereja kelenteng.
Menjelang dari akhir dari masa penjajahan Belanda, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan mengenai perencanaan kota yaitu Stad Vorming Ordonantie (SVO) tahun 1948 dan Stad Vorming Verordening (SVV) tahun 1949’
1. Pusat kantor-kantor pemerintah : kantor keresidenan, kantor pos, kantor pengadilan, kantor pajak, kantor telepon kadaster dan balai kota sebelum dibangun yang baru.
2. Pusat perdagangan : kantor-kantor perdagangan, gedung-gedung bank, pergudangan, pabrik.
3. Pusat rekreasi dan budaya : gedung-gedung bisokop, sociteit, gereja kelenteng.
Menjelang dari akhir dari masa penjajahan Belanda, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan mengenai perencanaan kota yaitu Stad Vorming Ordonantie (SVO) tahun 1948 dan Stad Vorming Verordening (SVV) tahun 1949’
PERATURAN TENTANG PENATAAN KOTA SETELAH KEMERDEKAAN
Sepeninggalnya Belanda usaha pembangunan dan rehabilitasi kota diusahakan untuk dimulai. Tetapi karena terjadinya gangguan keamanan, pemberontakan DI-TII, usaha-usaha tersebut mengalami hambatan.. Maka terjadi perumahan-perumahan liar yang kemudian menjadi kumuh di sekitar Kelurahan Kesambi, Jagasatru dan Pekalipan.
Untuk memperbaiki dan menata kembali kota, sekitar tahun 1961 disahkan rencana garis besar kota yang di kenal dengan Out Line Plan 1961. Dasar dari perencanaan ini adalah SVO dan SVV yang berorientasi kepada pembagian wilayah kota atas zona-zona yang berdasarkan atas aktivitas manusia yaitu : Wisma - Karya - Marga dan Suka.
Pada penataan kota Cirebon berorientasi kepada undang-undang nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang. Yang telah diperbaharui dengan UU No.29 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Kota Cirebon ditetapkan sebagai salah salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sebagaimana tertuang dalam PP No.26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dengan status(I/C/1) yaitu revitalisasi dan perkembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional dengan focus pengembangan/peningkatan fungsi
Setelah tersusunnya RTRW Kota Cirebon, maka secara hirarkis sesuai dengan amanat UU No. 26 tahun 2007 dan PP. No 15 tahun 2010 . disusun rencana rinci atau RDTR, dalam hal ini adalah Sub Wilayah Kota atau SWK. . Yang ditetapkan menjadi 4 (empat) SWK, yaitu SWK I, SWK II, SWK III dan SWK IV. masing-masing dengan fungsi Pelayanan Pelabuhan, Perdagangan, Perumahan.
Tags
ARSITEKTUR