Arsitektur Benda Cagar Budaya Kota Cirebon

Cirebon, baik sebagai kota maupun sebagai wilayah budaya yang terletak di ujung timur Pulau Jawa bagian Barat,  mempunyai peran yang cukup potensial dipandang dari sudut pandang kacamata kepariwisataan, karena secara kuantitas Cirebon merupakan salah satu daerah tujuan wisata Nusantara terlengkap. Kita coba bandingkan dengan Yogyakarta dan Solo yang mempunyai asset wisata berupa keraton, Cirebon mempunyai kelebihan adanya Pelabuhan Laut selain prasarana - prasarana lain yang juga dimiliki oleh kedua daerah tersebut.

Selain hal tersebut di atas masih terdapat keunikan-unikan lain, di antaranya hal yang berhubungan dengan wisata kuliner, ada docang, sega lengko, sega Jamblang, tahu gejrot dan  lainnya, demikian pula dengan obyek wisata seni pertunjukan, ada wayang kulit dan topeng khusus gaya Cirebon, sintren , genjring dogdog dan lainnya.

Di luar hal yang telah dikemukakan terdahulu , tidak kalah pentingnya asset budaya yang merupakan obyek wisata yang berupa  benda-benda peninggalan sejarah yang mempunyai nilai budaya, yang dapat merupakan magnit yang dimiliki Kota Cirebon bagi para wisatawan baik domestik maupun wisatawan mancanegara, terutama bangunan-bangunan karya arsitektur peninggalan masa lampau yang sarat akan nilai-nilai budaya dan sejarah yang patut merupakan kebanggan kita semua.

Beberapa pakar arsitektur berpendapat, bahwa meskipun Mesjid Agung Demak dianggap umum sebagai Mesjid karya arsitektur tertua di Indonesia, bangunan istana tertua sebagai karya arsitektur Islam adalah Keraton tua Kesepuhan pada gugus istana Kerajaan Cirebon.  Hal yang paling menonjol  dari semua ini, adalah ragam hias “Megamendung” yang ditemukan diatas pintu gerbang masuk dan disamping kaki pintu Keraton Kesepuhan yang selanjutnya merupakan ragam hias batik khas Cirebon, yang menunjukkan bahwa seluruh bangunan dibayangkan sebagai sesuatu yang melayang-layang di awan atau berdiri di atas lereng gunung / meru yang tinggi.
Arsitektur Kota Cirebon, kota cirebon, kabupaten cirebon, sejarah arsitektur cirebon, Arsitektur benda cagar budaya kota cirebon, cirebon arsitektur, sejarah arsitektur cirebon, wiisata cirebon, budaya cirebon, cirebon kota, kota cirebon logo, logo kota cirebon, logo kabupaten cirebon, logo sttcirebon, logo sttc, stt cirebon logo, cirebon logo, sekolah tinggi teknologi cirebon logo, sttc cirebon


Karya-karya arsitektur masa lampau tersebut di atas, patut kita pelihara dan kita lestarikan sebagai Benda Cagar Budaya, baik guna kepentingan kepariwisataan maupun kepentingan lain yang sangat berharga bagi pembentukan karakter jiwa generasi penerus, dengan berpedoman pada Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya.

Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc. dalam bukunya Arsitektur Sebagai Warisan Budaya”, mengemukakan tolok ukur yang dicetuskan oleh Snyder & Catanese (1979) dan James Semple Kerr (1983) tentang tolok ukur  benda yang patut dilestarikan sebagai benda cagar budaya, dilihat dari :

*. Segi Kelangkaan

*. Segi Kesejarahan

*. Segi Estetika

*. Segi Superlativitas

*. Segi Kejamakan sebagai karya tipikal

*. Kualitas Pengaruh

*. Segi Nilai Sosial

*. Segi Nilai Komersial

*. Segi Nilai Ilmiah.

Dengan sembilan tolok ukur tersebut, dapat ditentukan peringkat dari setiap bangunan kuno yang dinilai layak untuk dikonservasikan. Bila dikehendaki lebih spesifik lagi, hal itu dapat lebih dipertajam dengan tolok ukur citra dan penampi;an yang meliputi tata ruang luar, bentuk bangunan, struktur atau konstruksi, interior dan ornament. Tolok ukur yang dikemukkaan terahir ini akan menuding pada kekhasan atau keunikan bangunan, sekaligus mengarahkan strategi penanganannya yang tepat. Rasa memiliki dari masyarakat setempat, yang ditandai dengan pemberian julukan seperti Gedung Sate di Bandung, Mesjid Agung untuk Mesjid Sang Ciptarasa, dan lain-lain, merupakan pula salah satu tolok ukur tambahan yang tidak kalah pentingnya.

Kesinambungan masa lampau , masa kini,  dan masa depan yang mengejawantah dalam karya-karya arsitektur di suatu tempat, merupakan faktor yang sangat penting dalam penumbuhan harga diri, percaya diri dan penampilan jati diri atau identitas masyarakatnya.

Keberadaan bangunan kuno yang mencerminkan kisah sejarah, tata cara hidup, yang mengejawantah pada karya arsitektur setempat khususnya kota Cirebon, telah menciptakan identitas tersendiri terhadap budaya dan peradaban masyarakat. Generasi penerus akan dapat menyaksikan bukti-bukti sejarah dari perjalanan hidup generasi sebelumnya, yang memberikan peluang bagi generasi penerus untuk menyentuh dan menghayati perjuangan dan perjalanan hidup nenek moyangnya.

Suatu kebanggan tersendiri bagi  warga masyarakat Kota Cirebon pada khususnya dan masyarakat wilayah eks karesidenan Cirebon pada umumnya, karena Cirebon mewarisii bangunan karya Arsitektur kuno yang memiliki nilai sejarah dan budaya, yang tidak selalu dimiliki oleh daerah-daerah lain yang sederajat. Selain itu merupakan suatu keberuntungan karena bangunan- bangunan tersebut , tidak mengalami kerusakan yang berarti pada saat terjadinya Perang Dunia Ke II dan Perang Kemerdekaan.

Ditinjau dari nilai budaya dan arsitekturnya, bangunan karya arsitektur peninggalan sejarah di Kota Cirebon dapat dikatagorikan relatif lengkap, mengingat warisan bangunan kuno yang dimilikii mempunyai corak yang cukup beragam, yaitu :

  1. Bangunan kuno yang memiliki corak Arsitektur tradisional bernuansa keislaman, yaitu keraton-keraton dan bangunan lainnya peninggalan masa-masa penyebaran agama Islam oleh Sunan Gunung Jati.
  2. Bangunan –bangunan kuno dengan Arsitektur gaya Eropa yang berakulturasi dengan gaya arsitektur dan budaya setempat, sebagai peninggalan masa-masa kolonial, pada saat penjajahan selama tiga ratus lima puluh tahun.
  3. Bangunan-bangunan kuno yang  bernuansa gaya Arsitektur China, yang dibangun oleh para emigran China yang datang ke Cirebon sejalan dengan perkembangan kota Cirebon saat penyebaran agama Islam dan jaman  kolonial dimasa lalu.

Dimasa kini, memang kota Cirebon telah mengalami kehilangan  beberapa warisan bangunan kuno yang dipandang layak untuk dilestarikan sebagai benda cagar budaya. Diantaranya bangunan bersejarah  eks Korem atau lebih dikenal dengan nama Hotel Canton, yang konon kabarnya gaya arsitekturnya mempunyai nuansa senada dengan gaya arsitektur Istana Malacanang, Istana Kepresidenan Filipina di Manila, bangunan tersebut telah hapus dari pandangan, hilang sejalan dengan perkembangan jaman sebagai akibat persaingan kepentingan dimana kepentingan nilai budaya terkalahkan oleh nilai kepentingan ekonomi.

Demikian pula bangunan kuno BRI yang terletak di Jalan Kartini, yang dalam upaya meningkatkan prasarana fisik sebagai antisipasi meningkatnya fungsi Bank tersebut, terpaksa bangunan kuno tersebut  runtuh hilang dari pandangan, sebagai akibat dari perbedaan persepsi dalam pengkajian dimana bangunan tersebut dinilai sebagai benda peninggalan sejarah yang tidak perlu dilestarikan. Dan terlepas dari hal itu semua tidak perlu ada yang disesalkan, itulah romantika dalam dinamika perkembangan perkotaan.

Pada sekitar tahun 1998, pihak Dinas Kimpraswil ( DPU ) Provinsi Jawa Barat , menyelenggarakan pendataan Kawasan dan Bangunan Kuno Warisan Sejarah di Kota Cirebon, yang kegiatan dan pengkajiannya dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon melalui Piagam Kerjasama. Dan hasil pendataan serta pengkajian Kawasan dan Bangunan peninggalan sejarah itulah yang dipergunakan sebagai dasar terbitnya Surat Keputusan Walikota Cirebon No. 19 tahun 2001 tentang Perlindungan Kawasan dan Benda Cagar Budaya di Kota Cirebon.

Dengan terbitnya Surat Keputusan Walikota tersebut, suatu hal yang sangat menggembirakan karena langkah tersebut merupakan suatu kepedulian Pemerintah Daerah Kota Cirebon  terhadap kelestarian Bangunan-bangunan Kuno warisan  bersejarah yang sangat penting artinya bagi ilmu pengetahuan, pariwisata, pendidikan, dan pengembangan sosial budaya Kota Cirebon.

Selain dari langkah-langkah tersebut di atas sepengetahuan penulis sudah ada tindak lanjut dari kepedulian Pemerintah Kota Cirebon terhadap pelestarian yang dimaksud, dengan adanya Proyek Pengkajian dan Pelestarian, Perlindungan dan Pengembangan Kawasan, Situs dan Benda Cagar Budaya Kota Cirebon yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Kota Cirebon dengan produk tersusunnya Rumusan Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Kota Cirebon, dan    Rancangan Peraturan Daerah ( RAPERDA ) Kota Cirebon tentang Pengelolaan Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Kota Cirebon.

Sebagaimana kita memakluminya bahwa bangunan-bangunan kuno yang bernilai sebagai warisan budaya di dalam wilayah Kota Cirebon, hampir seluruhnya berada di lokasi  yang mempunyai nilai strategis dalam kegiatan perekonomian kota, yang sudah tentu lokasi tersebut merupakan titik-titik incaran bagi para investor, dan hal itu sesuatu yang sangat wajar dan tidak bisa dipungkiri .

Sehubungan dengan upaya pelestarian bangunan kuno ini kita dihadapkan kepada kondisi yang cukup  pelik, karena bila tidak didukung oleh ketegaran hati dan berjiwa besar akan terjadi pertentangan kepentingan. Di satu sisi ada keinginan untuk mempertahankan kelestarian bangunan kuno yang mempunyai nilai tinggi sebagai warisan budaya , dan dilain fihak adanya keinginan untuk meningkatkan prasarana fisik dalam upaya untuk pengembangan bidang ekonomi  kota yang sudah tentu akan berimbas dan merupakan ancaman terhadap kelestarian bangunan kuno sebagai benda cagar budaya.

Sebagai bahan pertimbangan bagi para penentu kebijakan dan semua fihak yang ada tautannya dengan bangunan kuno sebagai warisan budaya, bagaimana seyogianya solusi yang di ambil dalam memecahkan persoalan yang cukup dilematis ini, ada baiknya kita melihat  selayang pandang  langkah-langkah apa yang telah diambil oleh negara lain.

Di negara-negara maju pihak pemerintah maupun lembaga swastanya, begitu perhatian dan begitu peduli terhadap bangunan-bangunan kuno yang merupakan warisan sejarah dan budayanya, sehingga begitu ketat dalam upaya pelestariannya bahkan  begitu besar biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan esksistensi dan kelestariannya. Ada dua langkah yang cukup menonjol yang dilakukan oleh mereka dalam upaya solusi pemecahan permasalahannya.  Pertama, dalam usaha untuk mengantisipasi pemenuhan kebutuhan prasarana fisik dalam perkembangan perekonomian / kelembagaannya , tetap memper-tahankan bangunan lamanya, dan menambah bangunan baru dibelakang / sekitarnya  yang arsitekturnya kontekstual dengan bangunan lama. Kedua , mempertahankan bangunan lama dengan segala keasliannya, dan  untuk pemenuhan kebutuhan prasarana fisik sebagai antisipasi terhadap pengembangan pereknomian / kelembagaannya, membangun  gedung baru di tempat lain yang tidak  kurang strategisnya. 

Sebagai contoh dapat dikemukakan langkah – langkah yang telah diambil oleh negara tetangga kita, Singapore, begitu serasinya bangunan Kuno dan bangunan Baru tampil secara bersama-sama tampa yang satu dikalahkan oleh yang lain. Di latar depan ( front ground ) Bangunan Kuno tampil secara manis menarik lengkap dengan segala aksesorinya, dan di latar belakang ( back  ground ) Bangunan Modern tinggi menjulang ke angkasa bagaikan seorang anak muda yang  melindungi embahnya yang sangat dicintainya.

Demikian pula di negara-negara maju misalnya di Eropa, banyak bagian  Kota-kota Lama beserta bangunan kuno warisan sejarah dengan segala keunikan arsitekturnya, tetap dipertahankan dan dilestarikan sebagaimana kondisi pada suatu kurun waktu tertentu dimasa silam. Kita dapat membayangkan Kota lama beserta bangunan kunonya seolah-olah dapat berceritera kepada para pengamatnya;   memberi informasi tentang budaya pada masanya , gaya arsitekturnya, kehidupan sosial ekonominya dan segala hal yang menyangkut kehidupan dan peradabannya.  Dan mungkin saja para generasi mudanya dapat menepuk dada bangga diri sambil berceloteh atas kehidupan nenek moyangnya:  di gedung inilah kakek saya  menjabat Walikota; di sinilah ada kisah romantis waktu  Eyang  Kakung dan Eyang Putri berpacaran ketika remaja; atau di gedung yang megah anak muda berkata inilah karya arsitektur kakek saya; Atau mungkin juga sepasang kakek-nenek sambil membawa anjingnya berjalan-jalan bernostalgia untuk mengenang masa-masa indah dimasa muda.

Sebagai ilustrasi, langkah-langkah yang telah diambil oleh pengelola Bank Indonesia ( B I ) di jalan Yos Sudarso Kota Cirebon patut diberi acungan jempol , karena dalam penyelenggaraan perluasan bangunannya telah memperlihatkan kepedulian terhadap pelestarian bangunan kuno yang bersejarah. Kalau tidak salah pada sekitar dekade tujuhpuluh-delapanpuluhan Bangunan Bank Indonesia Cirebon diadakan perluasan ( kebelakang ) yang arsitekturnya dibuat sesuai dengan bangunan lamanya, sehingga bagi warga masyarakat yang belum lama di Cirebon tidak akan dapat menduga bahwa bangunan tersebut telah ada pengembangan. Demikian juga sekarang, dalam upaya penambahan prasarana fisiknya, Bangunan Kuno di pertahankan keaslian bentuknya dan Bangunan Baru di bangun di belakang dengan  bentuk arsitekturnya  kontekstual terhadap  bangunan lamanya sebagai latar belakang atau back ground. Memang ada hal yang dirasakan hilang, yaitu bangunan Sociteit / Balai Pertemuan yang kalau tidak salah bernama Phunix , terpaksa dibongkar demi penampilan bangunan baru di belakangnya yang lebih dapat menampilkan jati diri Bank BI secara keseluruhan.

Belajar dari pengalaman, dalam upaya pelestarian Bangunan Kuno sebagai benda cagar budaya di Kota Cirebon, tidaklah mudah dan tidak sederhana , karena banyak kendala yang dihadapi  dalam segala aspek  yang berkaitan dengan kondisi, situasi dan kepentingan. Dalam hal ini perlu kesadaran budaya dari berbagai fihak, perlu sikap yang konsisten dari para penentu kebijakan, perlu jiwa besar dari para pemilik dan / atau pengguna serta  mendapat dukungan komitmen dan keselarasan politik dari semua fihak yang terlibat.

Apabila Rumusan  Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kota Cirebon yang telah disusun disahkan dan disosialisasikan, serta dilaksanakan oleh semua unsur Pemerintah  yang terkait dan diterima oleh unsur pemilik dan / atau pengguna bangunan kuno dalam hal ini fihak swasta atau para investor, tidak tertutup kemungkinan pelestarian bangunan kuno karya arsitektur yang sangat tinggi nilainya sebagai benda cagar budaya sedikit banyak dapat terrealissasikan sebagaimana yang diharapkan.

Sebagai penyegaran atas hal yang pernah mengemuka pada perumusan Rekomendasi Kebijakan tentang  perlindungan benda cagar budaya, ada baiknya di sini di kemukakan kembali apa yang telah disampaikan penulis berdasarkan Langkah Nyata yang di kemukakan Prof. Eko Budihardjo seperti yang tertuang dalam bukunya yang sudah dikemukakan terdahulu, sepanjang ada dukungan politik dan adanya saling pengertian serta kerjasama dari semua pihak, langkah-langkah tersebut dapat memungkinkan untuk dilaksanakan:

Pertama, Berkaitan dengan peraturan perundang-undangan, Peraturan Daerah tentang Benda Cagar budaya seyogianya segera disyahkan dan dilaksanakan

Kedua, Pemerintah Daerah beserta para pakar dan konsultan yang kompeten dalam konservasi,segera menyusun panduan perencanaan dan perancangan ( Planning and design guidelines) pada kawasan konservasi kota lama.

Ketiga, Adanya kemitraan pemerintah dengan pihak swasta dalam suatu bentuk Joint Venture. Dalam penggalangan dana dan daya kemitraan,dapat diupayakan revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah tidak sekedar berorientasi pada kepentingan budaya dan kesejarahan saja, tetapi juga berwawasan ekonomi-finansial.

Keempat, Beberapa bangunan bersejarah yang bermakna Tengeran atau Landmark yang berskala kota, seyogianya di kuasai oleh Pemda.

Kelima, Sistem intensip dan disinsentip, bonus dan sanksi, Reward and punishment diterapkan dalam menggairahkan iklim investasi di kawasan dan bangunan bersejarah.

Keenam, Dalam kegiatan usahanya, ada pemberian keringan pajak pada pengusaha atau pemilik bangunan kuno yang merupakan benda cagar  budaya atau kawasan konservasi.

Ketujuh , Berkaitan dengan keadiluhungan arsitektural atau architectural excellence dari bangunan-bangunan baru yang bisa disuatu saat menjadi tetenger zaman, sebagai karya arsitektur unggulan dapat dijadikan monumen arkeologi di masa mendatang.


Demikianlah, warisam arsitektur dan kawasan bersejarah peninggalan masa silam, memang selayaknya dicintai dan dilestarikan, karena merupakan hasil karya seni sosial dan juga kepingan mata rantai sejarah masa lampau, yang  mampu menjembatani hubungan generasi masa lalu, masa kini dan masa mendatang.

Berbeda dengan biografi atau sejarah kehidupan orang besar atau ternama yang sedikit banyak dapat dimanipulasi, karya arsitektur merupakan bukti sejarah yang tampil dengan sejujurnya dan apa adanya.*



Oleh:  Ir. H. I. Solichin M.T






Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak