INSPIRASI PINTAR.- Metropolitan Cirebon raya, kota dengan sebutan kota Intan, kota Wali dan Kota Udang ini menjadi sebuah fenomena besar bagi masyarakat khususnya warga kota Cirebon dimana Kota Cirebon selain merupakan kota mandiri terbesar kedua di Jawa Barat, setelah ibukota Jawa barat yakni Kota Kembang.
Kemudian ketika beredarnya rumor Cirebon akan menjadi kota metropolitan ini sudah sangat jelas ketika dilihat dari segi greogarisnya yakni Kota Cirebon berada di pesisir Laut Jawa, di jalur pantura. Jalur Pantura Jakarta - Cirebon – Semarang yang merupakan jalur terpadat di Indonesia.
Kota Cirebon merupakan kota terbesar keempat di wilayah Pantura setelah Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Ciri lainnya yaitu aglomerasi jumlah penduduk, aktivitas sosial dan ekonomi, serta persentase lahan terbangun yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya.
Jika dilihat dari perkembangan dari kota Cirebon sendiri dengan letaknya yang sangat strategis yakni di persimpangan antara Jakarta, Bandung, dan Semarang, menjadikan kota cirebon sangat cocok dan potensial untuk berinvestasi dalam segala bidang investasi seperti hotel, rumah makan, pusat perbelanjaan baru, pendidikan. Sehingga Kota Cirebon merupakan pilihan yang sangat tepat untuk berinvestasi.
Seiring berjalannya waktu Kota Cirebon banyak sekali pembangunan-pembangunan atau proyek yang sedang berlangsung dikota ini apalagi Dengan didukung oleh kegiatan ekonomi yang baik dan terpadu menjadikan Kota Cirebon berkembang menjadi Kota METROPOLITAN ketiga di Jawa Barat setelah metropolitan BoDeBeK ( Bogor, Depok, Bekasi) yang merupakan hinterland / kota penyangga bagi ibukota Jakarta dan Metropolitan Bandung.
Yang kemudian Kota Cirebon menjadi sebuah kota metropolitan di Asia tenggara, Menurut Giffinger (2012), metropolisasi adalah sebuah proses restrukturisasi kota pada suatu wilayah dengan lintas batas administratif dilihat secara fungsional, struktural maupun isu strategis. Sebuah metropolitan terbentuk akibat adanya konsentrasi dari fungsi ekonomi (baru) dan penduduk. Ia menjadi mode dalam jaringan global, memiliki kegiatan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan yang semakin intensif dan berfungsi khusus yang ditugaskan sebagai kekuatan pendorong.
Proses metropolisasi dipicu oleh pengembangan Infrastruktur (Infrastructure-led development), khususnya infrastruktur mega project.
Yang kemudian jika kita lihat berdasarkan data-data empiris, pada tahun 2010, Metropolitan Cirebon Raya memiliki jumlah penduduk sebesar 1,58 juta jiwa di 29 kecamatan yang terdapat di tiga Kabupaten/Kota (Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Kuningan) dengan luas lahan terbangun sekitar 25%.
Dan Kemacetan lalu lintas yang kerap kali terjadi di beberapa ruas jalan. Ruas jalan yang sering mengalami kemacetan yaitu jalan pantura yang menghubungkan Metropolitan Cirebon Raya dengan wilayah lain di bagian utara dan barat. Kenyamanan dan keamanan berlalu lintas juga menjadi salah satu perhatian karena beberapa wilayah masih rawan kecelakaan. Begitu pula dengan sistem transportasi publik dan simpul-simpul transportasi lainnya yang belum sepenuhnya dapat melayani para pengguna dan mengakomodir kebutuhan masyarakat sepenuhnya.
Dibukanya jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) pada pertengahan 2015 lalu, menjadi penanda yang paling nyata, tegas dan terasa, bahwa ada suatu “perubahan besar” yang tengah berlangsung di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Sebab, sejak jalan bebas hambatan sepanjang 116 km tersebut difungsikan, hampir seluruh sektor kehidupan menggeliat mengikuti perkembangan baru, yang meskipun menurut para elite negeri hal itu merupakan sebuah keniscayaan sesuai dengan perencanaan pembangunan, namun bagi sebagian besar masyarakat masih sulit ditebak kemana arah tujuannya.
Terutama dalam soal arus orang dan barang, khususnya dari Cirebon ke Jakarta dan sebaliknya, serta dari Cirebon ke Bandung dan sebaliknya, terasa sekali bahwa baik dari sisi kuantitas maupun kulitasnya, terdapat kenaikan yang sangat signifikan bila dibandingkan antara sebelum dan sesudah ada tol Cipali. Dinamika transportasi itu kemudian diikuti oleh geliat hebat di bidang lain, seperti bidang perdagangan dan jasa, infrastruktur, akomodasi, pariwisata, bahkan politik dan pemerintahan.
Tetapi apakah tol Cipali merupakan pesona akhir (klimaks) dari “perubahan besar” itu? Ataukah justru dia hanya akan menjadi penanda awal dari serangkaian pesona perubahan lain yang akan berlangsung kemudian, yang mengarah pada sebuah ideom baru yakni Metropolitan Cirebon Raya?
Berdasarkan situasi yang berkembang saat ini, tampaknya pertanyaan retoris yang kedua yang akan tampil sebagai jawaban. Sebab selain tol Cipali yang telah berhasil menciptakan fenomena baru di tahun 2015, ada sejumlah informasi aktual lain yang sangat relevan dengan grand design terkait “perubahan besar” di wilayah Cirebon tersebut. Sekadar contoh, sebut saja pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati-Majalengka yang kini sudah mulai dikerjakan.
Kemudian ketika beredarnya rumor Cirebon akan menjadi kota metropolitan ini sudah sangat jelas ketika dilihat dari segi greogarisnya yakni Kota Cirebon berada di pesisir Laut Jawa, di jalur pantura. Jalur Pantura Jakarta - Cirebon – Semarang yang merupakan jalur terpadat di Indonesia.
Kota Cirebon merupakan kota terbesar keempat di wilayah Pantura setelah Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Ciri lainnya yaitu aglomerasi jumlah penduduk, aktivitas sosial dan ekonomi, serta persentase lahan terbangun yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya.
Jika dilihat dari perkembangan dari kota Cirebon sendiri dengan letaknya yang sangat strategis yakni di persimpangan antara Jakarta, Bandung, dan Semarang, menjadikan kota cirebon sangat cocok dan potensial untuk berinvestasi dalam segala bidang investasi seperti hotel, rumah makan, pusat perbelanjaan baru, pendidikan. Sehingga Kota Cirebon merupakan pilihan yang sangat tepat untuk berinvestasi.
Seiring berjalannya waktu Kota Cirebon banyak sekali pembangunan-pembangunan atau proyek yang sedang berlangsung dikota ini apalagi Dengan didukung oleh kegiatan ekonomi yang baik dan terpadu menjadikan Kota Cirebon berkembang menjadi Kota METROPOLITAN ketiga di Jawa Barat setelah metropolitan BoDeBeK ( Bogor, Depok, Bekasi) yang merupakan hinterland / kota penyangga bagi ibukota Jakarta dan Metropolitan Bandung.
Yang kemudian Kota Cirebon menjadi sebuah kota metropolitan di Asia tenggara, Menurut Giffinger (2012), metropolisasi adalah sebuah proses restrukturisasi kota pada suatu wilayah dengan lintas batas administratif dilihat secara fungsional, struktural maupun isu strategis. Sebuah metropolitan terbentuk akibat adanya konsentrasi dari fungsi ekonomi (baru) dan penduduk. Ia menjadi mode dalam jaringan global, memiliki kegiatan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan yang semakin intensif dan berfungsi khusus yang ditugaskan sebagai kekuatan pendorong.
Proses metropolisasi dipicu oleh pengembangan Infrastruktur (Infrastructure-led development), khususnya infrastruktur mega project.
Yang kemudian jika kita lihat berdasarkan data-data empiris, pada tahun 2010, Metropolitan Cirebon Raya memiliki jumlah penduduk sebesar 1,58 juta jiwa di 29 kecamatan yang terdapat di tiga Kabupaten/Kota (Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Kuningan) dengan luas lahan terbangun sekitar 25%.
Dan Kemacetan lalu lintas yang kerap kali terjadi di beberapa ruas jalan. Ruas jalan yang sering mengalami kemacetan yaitu jalan pantura yang menghubungkan Metropolitan Cirebon Raya dengan wilayah lain di bagian utara dan barat. Kenyamanan dan keamanan berlalu lintas juga menjadi salah satu perhatian karena beberapa wilayah masih rawan kecelakaan. Begitu pula dengan sistem transportasi publik dan simpul-simpul transportasi lainnya yang belum sepenuhnya dapat melayani para pengguna dan mengakomodir kebutuhan masyarakat sepenuhnya.
Dibukanya jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) pada pertengahan 2015 lalu, menjadi penanda yang paling nyata, tegas dan terasa, bahwa ada suatu “perubahan besar” yang tengah berlangsung di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Sebab, sejak jalan bebas hambatan sepanjang 116 km tersebut difungsikan, hampir seluruh sektor kehidupan menggeliat mengikuti perkembangan baru, yang meskipun menurut para elite negeri hal itu merupakan sebuah keniscayaan sesuai dengan perencanaan pembangunan, namun bagi sebagian besar masyarakat masih sulit ditebak kemana arah tujuannya.
Terutama dalam soal arus orang dan barang, khususnya dari Cirebon ke Jakarta dan sebaliknya, serta dari Cirebon ke Bandung dan sebaliknya, terasa sekali bahwa baik dari sisi kuantitas maupun kulitasnya, terdapat kenaikan yang sangat signifikan bila dibandingkan antara sebelum dan sesudah ada tol Cipali. Dinamika transportasi itu kemudian diikuti oleh geliat hebat di bidang lain, seperti bidang perdagangan dan jasa, infrastruktur, akomodasi, pariwisata, bahkan politik dan pemerintahan.
Tetapi apakah tol Cipali merupakan pesona akhir (klimaks) dari “perubahan besar” itu? Ataukah justru dia hanya akan menjadi penanda awal dari serangkaian pesona perubahan lain yang akan berlangsung kemudian, yang mengarah pada sebuah ideom baru yakni Metropolitan Cirebon Raya?
Berdasarkan situasi yang berkembang saat ini, tampaknya pertanyaan retoris yang kedua yang akan tampil sebagai jawaban. Sebab selain tol Cipali yang telah berhasil menciptakan fenomena baru di tahun 2015, ada sejumlah informasi aktual lain yang sangat relevan dengan grand design terkait “perubahan besar” di wilayah Cirebon tersebut. Sekadar contoh, sebut saja pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati-Majalengka yang kini sudah mulai dikerjakan.
Lalu revitalisasi Pelabuhan Cirebon yang untuk tahun 2016 saja dianggarkan akan menelan biaya tak kurang dari Rp 1 Triliun. Belum lagi rencana pembangunan kereta api cepat yang dikabarkan pelaksaannya akan dikebut untuk dapat menyesuaikan dengan geliat pengembangan Metropolitan Cirebon Raya.
Di sektor swasta, para pengusaha yang bergerak di berbagai bidang juga telah menunjukkan keyakinan yang tinggi serta kemantapan rencana untuk turut ambil bagian dalam geliat perubahan besar-besaran itu. Puluhan hotel dan restoran baru telah bermunculan terutama di wilayah Kota dan Kab. Cirebon serta Kab. Kuningan. Belasan pabrik besar, sedang dan kecil telah dibangun terutama di wilayah Kab. Cirebon dan Kab. Majalengka. Begitu pula para pengusaha yang bergerak di bidang perdagangan dan jasa, baik domestik maupun mancanegara, telah menunjukkan tanda-tanda bahwa saat ini mereka telah mengarahkan mata pedang pengembangan usaha mereka ke wilayah ini.
Bila ditautkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018, geliat pembangunan di segala bidang yang terjadi di wilayah Cirebon dan sekitarnya dalam beberapa tahun terakhir sejatinya merupakan pengejawantahan dari rencana apik dan matang yang telah dirumuskan jauh-jauh hari sebelumnya. Sebab, dalam RPJMD Jabar itu disebutkan bahwa peran dari wilayah Metropolitan Cirebon Raya dikembangkan sebagai metropolitan budaya dan sejarah, dengan sektor unggulan wisata, industri, dan kerajinan.
Lebih jauh RPJMD Jabar juga menyebutkan, sebagai sebuah kawasan terpadu, Metropolitan Cirebon Raya, yang meliputi wilayah administratif Kota dan Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab. Kuningan, Kab. Indramayu dan sebagian wilayah Kab. Sumedang, memiliki posisi strategis sebagai pusat aglomerasi penduduk, aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Maka, tujuan pengembangan Metropolitan Cirebon Raya diarahkan pada tujuan akselerasi pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, modernisasi, pemerataan dan pembangunan berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan jumlah investasi swasta, meningkatkan fasilitas dan kualitas pelayanan, dan pengembangan industri ekonomi kerakyatan. Sektor unggulan dari Metropolitan Cirebon Raya adalah indutri manufaktur serta perdagangan dan jasa, selain sebagai pintu gerbang keluar-masuk barang.
Rencana Pemprov Jabar tersebut langsung mendapatkan renspons dari berbagai pihak. Salah satunya sekelompok pelaku ekonomi yang tergabung dalam Forum Ekonomi Jabar (FEJ) telah menyodorkan sebuah konsep pengembangan wilayah Metropolitan Cirebon Raya kepada Gubernur Jawa Barat pada tahun 2014. Mereka membagi sejumlah wilayah administratif yang tergabung dalam Metropolitan Cirebon Raya tersebut ke dalam dua kategori, yaitu sebagai wilayah pusat pertumbuhan industri dan wilayah pendukung pusat pertumbuhan industri.
Dalam konsep tersebut, yang termasuk wilayah pusat pertumbuhan industri adalah kawasan peruntukan industri Kertajati dan Ujungjaya (Kab. Majalengka) dan kawasan peruntukan industri Cirebon (Kab. Cirebon). Sedangkan wilayah yang menjadi potensi wilayah pendukung pusat pertumbuhan industri adalah Kota Cirebon sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa pendukung, Kabupaten Indramayu sebagai kawasan agrowisata dan wilayah penyangga, Kabupaten Majalengka sebagai pusat penyedia layanan transportasi dan perumahan, Kabupaten Kuningan sebagai kawasan pariwisata dan wilyah penyangga serta Kabupaten Sumedang sebagai kawasan pariwisata dan pusat inovasi (FEJ 2014).
Pertanyaannya, bagi putra daerah (kita yang tinggal di Kota/Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka dan Kab. Kuningan), peran apa yang bisa dimainkan dalam lakon kolosal bertajuk “Metropolitan Cirebon Raya” itu?
Jawabannya tentu beragam, tergantung bidang yang menjadi fokus dan spesialisasi masing-masing. Tetapi hal yang terpenting adalah tidak berpangku tangan dan menjadi penonton apalagi menjadi tamu di daerah sendiri. Sebagai putra daerah kita harus mampu mengambil peran secara maksimal mengawal sekaligus menjadi elemen penting dalam perubahan besar tersebut.
dan Selamat Datang Metropolitan Cirebon Raya !
Di sektor swasta, para pengusaha yang bergerak di berbagai bidang juga telah menunjukkan keyakinan yang tinggi serta kemantapan rencana untuk turut ambil bagian dalam geliat perubahan besar-besaran itu. Puluhan hotel dan restoran baru telah bermunculan terutama di wilayah Kota dan Kab. Cirebon serta Kab. Kuningan. Belasan pabrik besar, sedang dan kecil telah dibangun terutama di wilayah Kab. Cirebon dan Kab. Majalengka. Begitu pula para pengusaha yang bergerak di bidang perdagangan dan jasa, baik domestik maupun mancanegara, telah menunjukkan tanda-tanda bahwa saat ini mereka telah mengarahkan mata pedang pengembangan usaha mereka ke wilayah ini.
Bila ditautkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 25 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018, geliat pembangunan di segala bidang yang terjadi di wilayah Cirebon dan sekitarnya dalam beberapa tahun terakhir sejatinya merupakan pengejawantahan dari rencana apik dan matang yang telah dirumuskan jauh-jauh hari sebelumnya. Sebab, dalam RPJMD Jabar itu disebutkan bahwa peran dari wilayah Metropolitan Cirebon Raya dikembangkan sebagai metropolitan budaya dan sejarah, dengan sektor unggulan wisata, industri, dan kerajinan.
Lebih jauh RPJMD Jabar juga menyebutkan, sebagai sebuah kawasan terpadu, Metropolitan Cirebon Raya, yang meliputi wilayah administratif Kota dan Kab. Cirebon, Kab. Majalengka, Kab. Kuningan, Kab. Indramayu dan sebagian wilayah Kab. Sumedang, memiliki posisi strategis sebagai pusat aglomerasi penduduk, aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Maka, tujuan pengembangan Metropolitan Cirebon Raya diarahkan pada tujuan akselerasi pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, modernisasi, pemerataan dan pembangunan berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan jumlah investasi swasta, meningkatkan fasilitas dan kualitas pelayanan, dan pengembangan industri ekonomi kerakyatan. Sektor unggulan dari Metropolitan Cirebon Raya adalah indutri manufaktur serta perdagangan dan jasa, selain sebagai pintu gerbang keluar-masuk barang.
Rencana Pemprov Jabar tersebut langsung mendapatkan renspons dari berbagai pihak. Salah satunya sekelompok pelaku ekonomi yang tergabung dalam Forum Ekonomi Jabar (FEJ) telah menyodorkan sebuah konsep pengembangan wilayah Metropolitan Cirebon Raya kepada Gubernur Jawa Barat pada tahun 2014. Mereka membagi sejumlah wilayah administratif yang tergabung dalam Metropolitan Cirebon Raya tersebut ke dalam dua kategori, yaitu sebagai wilayah pusat pertumbuhan industri dan wilayah pendukung pusat pertumbuhan industri.
Dalam konsep tersebut, yang termasuk wilayah pusat pertumbuhan industri adalah kawasan peruntukan industri Kertajati dan Ujungjaya (Kab. Majalengka) dan kawasan peruntukan industri Cirebon (Kab. Cirebon). Sedangkan wilayah yang menjadi potensi wilayah pendukung pusat pertumbuhan industri adalah Kota Cirebon sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa pendukung, Kabupaten Indramayu sebagai kawasan agrowisata dan wilayah penyangga, Kabupaten Majalengka sebagai pusat penyedia layanan transportasi dan perumahan, Kabupaten Kuningan sebagai kawasan pariwisata dan wilyah penyangga serta Kabupaten Sumedang sebagai kawasan pariwisata dan pusat inovasi (FEJ 2014).
Pertanyaannya, bagi putra daerah (kita yang tinggal di Kota/Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka dan Kab. Kuningan), peran apa yang bisa dimainkan dalam lakon kolosal bertajuk “Metropolitan Cirebon Raya” itu?
Jawabannya tentu beragam, tergantung bidang yang menjadi fokus dan spesialisasi masing-masing. Tetapi hal yang terpenting adalah tidak berpangku tangan dan menjadi penonton apalagi menjadi tamu di daerah sendiri. Sebagai putra daerah kita harus mampu mengambil peran secara maksimal mengawal sekaligus menjadi elemen penting dalam perubahan besar tersebut.
dan Selamat Datang Metropolitan Cirebon Raya !
Tags
LINTAS PEDIA
Ingin rasanya pergi ke Cirebon.
BalasHapusSini maen ke Cirebon, banyak sekali tempat-tempat yang seru yang wajib dikunjungi sarat dengan ilmu serta pengalaman yang takan pernah dilupakan.
Hapus